BAB 9 Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XII
BAB 9 IJTIHAD
A. Pengertian
Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seorang mujtahid untuk menetapkan hukum syariah melalui metode tertentu. Ijtihad dilakukan ketika menghadapi persoalan yang sulit dan tidak disebut ijtihad jika tidak ada kesulitan di dalamnya. Secara bahasa, dalam Al-Qur’an kata "jahda" bermakna pengarahan seluruh kemampuan dan kekuatan (badl al-wus‘ wa al-thaqah) atau bisa juga berarti berlebih-lebihan dalam sumpah (al-mubalaghah fil al-yamin), seperti disebutkan dalam Q.S. an-Nahl: 38, Q.S. an-Nur: 53, dan Q.S. Fatir: 42.
Menurut Imam Al-Ghazali, ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh dalam menetapkan hukum-hukum syariah. Hukum yang dihasilkan dari ijtihad bersifat zanni (dugaan kuat) yang memungkinkan adanya kesalahan. Dalam ushul fiqh, ijtihad merupakan metode untuk menggali hukum Islam melalui kemampuan maksimal seorang mujtahid.
Artinya: "Pencurahan kemampuan secara maksimal yang dilakukan oleh faqih (mujtahid) untuk mendapatkan zann (dugaan kuat) tentang hukum syar'i
B. Urgensi dan Kedudukan Ijtihad
Ijtihad adalah kewajiban bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat sebagai mujtahid untuk menggali hukum syariah, khususnya dalam perkara yang bersifat zhanni, yaitu hal-hal yang belum jelas dalilnya dalam Al-Qur’an dan Hadis. Para ulama membagi hukum ijtihad menjadi tiga:
1. wajib ‘ain, bagi orang yang menghadapi peristiwa langsung atau dimintai fatwa dan khawatir peristiwa itu akan berlalu tanpa kepastian hukum
2. wajib kifayah, jika masih ada mujtahid lain dan tidak semua harus melakukannya, namun jika tidak ada yang berijtihad maka semuanya berdosa; dan
3. Sunnah, jika ijtihad dilakukan terhadap peristiwa yang belum atau tidak terjadi. Ketiga kategori ini menunjukkan pentingnya ijtihad dalam mendinamiskan hukum Islam dan memperbaiki kekeliruan ijtihad terdahulu. Ijtihad juga merupakan bentuk pembaruan hukum dalam menghadapi persoalan baru yang belum pernah dibahas oleh ulama sebelumnya. Namun, hasil ijtihad baru tidak selalu menggantikan yang lama, karena ada kalanya hasilnya sama atau berbeda tetapi tidak membatalkan ijtihad sebelumnya, sesuai kaidah fikih “al-ijtihadu la yanqudhu bi al-ijtihadi.”
Urgensi ijtihad juga terlihat dari fungsinya: al-ruju’ (mengembalikan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan Sunnah), al-ihya’ (menghidupkan kembali semangat Islam untuk menjawab tantangan zaman), dan al-inabah (membenahi ijtihad lama sesuai konteks baru). Karena itu, jumhur ulama menjadikan ijtihad sebagai hujah dalam menetapkan hukum, sebagaimana ditegaskan dalam QS. An-Nisa’ ayat 59 yang memerintahkan agar setiap perselisihan dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Baca Selengkapnya disini 👉https://mypaitopia.blogspot.com/2025/05/bab-9-ijtihad.html
Comments
Post a Comment