BAB 2 Pendidikan agama islam dan budi pekerti kelas XII
Jika iman adalah suatu keadaaan seseorang yang bersifat dinamis maka disuatu saat akan didapati bertambambah dan berkurangnya iman seseorang. Iman kita bertambah ketika kita selalau berada dalam amal kebaikan sebaliknya iman kita akan berkurang ketika kita malas melakukan kebaikan, sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw.sebagi berikut:
ثَلَاثُ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ ، مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبُّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Artinya: "Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan Allah dan RasulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya, mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Allah, membenci dirinya kembali kepada kekufuran sebagalmana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam api neraka." (HR. Bukhori Muslim).
2. Hakikat Islam
Kata Islam secara bahasa (etimologi) berasal dari kata aslam-yuslim-islam dengan arti yang semantik sebagi berikut: tunduk dan patuh, berserah diri, keselamatan, kedamaian dan kemurnian. Kata Islam berasal dari akar kata salam yang terbentuk dalam kata salm artinya selamat, sejahtera tidak cacat dan tidak tercela.
Sedangkan secara terminologi Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw dengan perantara malaikat Jibril,untuk seluruh umat manusia untuk keselamatan di dunia dan di akhirat dengan melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Islam adalah agama Allah Swt. yang diwahyukan kepada para rasul untuk membimbing manusia dari satu generasi kegenerasi sebagai petunjuk bagi manusia untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Sebagai perwujudan dari sifat rahman dan rahim Allah Swt. Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw merupakan agama yang telah sempurna dan telah menyempurkanan syariat-syariat sebelumnya. Sebelum masa risalah nabi Muhammad Saw., wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada para nabiNya masih bersifat lokal. Ia hanya ditujukan untuk kepentingan bangsa dan daerah tertentu, dan terbatas pada periodenya. Selanjutnya Islam yang datang dengan risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw. berlaku untuk seluruh bangsa dan seluruh umat manusia di dunia.
Siapa saja yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah Swt, maka ia seorang muslim yang digambarkan oleh Allah Swt dalam firmanNya:
إِنَّ الَّذِينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا قے مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Artinya: "Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah maka sungguh Allah sangat cepat perhitungan-Nya." [Ali Imran: 19]
Allah Swt. juga berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya: "Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi" (Ali 'Imran: 85)
Islam sebagai agama tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya berupa rukun Islam, yaitu:
1) Membaca dua kalimat syahadat
2) Mendirikan salat lima waktu
3) Menunaikan zakat
4) Puasa ramadhan
5) Haji ke Baitullah jika mampu.
Lalu apa indikator seseorang disebut muslim? Tentu indikatornya dapat dilihat dari bagaimana dia melaksanakan lima perkara yang terangkum dalam rukum Islam. Jika ia mengabaikan lima perkara yang terdapat dalam rukun Islam tersebut, tentu keislamannya kurang sempurna walaupun ia menjalankan salah satunya dengan sempurna.
3. hakikat ihsan
Ihsan adalah isim masdar dari asal kata ahsan-yuhsin-ihsan yang mempunyai arti menjadikan sesuatu lebih baik/berbuat kebaikan. Secara terminologi ihsan berarti kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah Swt. senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun berada. Bertalian dengan ini manusia menginsafi bahwa Allah Swt. selalu mengawasinya, oleh karena itu manusia harus berbuat, berlaku, bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan sikap sekadarnya saja. Orang yang berbuat ihsan disebut muhsin, ini mengandung arti bahwa orang yang berbuat baik. setiap perbuatannya yang nampak merupakan sikap jiwa dan perilaku sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam.
Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah. Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
"Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihatmu".
Ihsan terbagi menjadi dua macam:
a. Ihsan dalam beribadah kepada Allah Swt.
b. Ihsan kepada semua pemberian Allah Swt.
Berbuat ihsan kepada semua pemberian Allah Swt minimal ada empat hal, yaitu:
1. Berbuat Baik Tanpa Pamrih dan Meningkatkan Kualitas:
Ihsan berarti berbuat baik dengan sepenuh hati dan ikhlas, bukan karena mengharapkan balasan atau pujian. Berbuat baik juga harus terus ditingkatkan kualitasnya, misalnya dengan meningkatkan kemampuan atau pengetahuan dalam berbuat baik.
2. Memperbanyak Perbuatan Baik:
Berbuat baik tidak cukup hanya sekali atau sesekali. Ihsan mendorong untuk terus memperbanyak perbuatan baik dalam berbagai aspek kehidupan.
3. Mendahului Orang Lain dalam Kebaikan:
Ihsan juga mencakup kebiasaan untuk mendahului orang lain dalam berbuat baik, misalnya dengan membantu sebelum diminta atau memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan.
4. Menjauhi Sifat Sombong:
Orang yang ihsan akan menjauhi sifat sombong, karena ia menyadari bahwa semua kebaikan berasal dari Allah SWT. Sifat sombong dapat menghalangi seseorang untuk terus berbuat baik dan mendekat kepada Allah SWT.
4.hubungan iman,islam,dan ihsan
Iman merupakan pondasi awal, bila iman diumpamakan sebagai pondasi rumah, sedangkan islam merupakan bangunan yang berdiri diatasnya. Maka apabila iman seseorang melemah Islamnya pun akan condong dan cenderung melemah. Contoh dalam realitas kehidupan kita semisal pelaksanaan salat yang tertunda karena urusan dunia sehingga tidak dilakukan pada waktunya atau malah mungkin tidak dikerjakan. Zakat yang seharusnya dikeluarkan tidak tersalurkan, puasa yang tak terlaksana karena alasan lapar, dan lain sebagainya. Perhatikan Surah Fatir ayat 32:
صلے ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Artinya, "Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar". (Q.S. Fatir: 32)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa terdapat tiga macam orang mengamalkan ajaran Islam yaitu:
Pertama, orang yang zalim kepada dirinya sendiri yaitu orang yang berlebihan dalam mengamalkan sebagian kewajiban, serta seringkali melakukan sesuatu hal yang terlarang.
Kedua, orang yang tak berlebihan yaitu orang yang melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan tetapi seringkali meninggalkan ibadah sunnah dan melakukan hal-hal yang dimakruhkan. Mereka akan masuk surga atas anugerah yang telah diberikan Allah.
Ketiga, orang yang selalu berlomba-lomba dalam kebaikan yaitu orang yang menjalankan kewajiban juga hal yang disunnahkan serta menjauhi hal yang haram dan yang dimakruhkan serta meninggalkan sesuatu yang dihukumi mubah. Golongan ini akan diberikan keistimewaan oleh Allah yaitu masuk surga tanpa adanya perhitungan amal (hisab). Golongan inilah yang merupakan ciri manusia sempurna (insan kamil).
Dalam hal ini, Ali b. Abi Thalib pernah berkata:
قَالَ عَلِيٌّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ إِنَّ الْإِيْمَانَ لَيَبْدُوَ لَمَعَةَ بَيْضَاءَ فَإِذَا عَمَلَ الْعَبْدُ الصَّالِحَاتِ نَمَّتْ فَزَادَتْ حَتَّى يَبِيْضَ الْقَلْبُ كُلُّهُ وَإِنَّ النِّفَاقَ لَيَبْدُوَ نُكْطَةَ سَوْدَاءَ فَإِذَا انْتَهَ الْعَبْدُ الْحُرُمَاتِ نَمَتْوَزَادَتْ حَتَّى يَسُوْدَ الْقَلْبُ كُلُّهُ
Artinya: "Sahabat Ali karomallahu wajhah berkata, "Sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati".
Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, sekuat tenaga kita bekerja, beribadah menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridaNya. Di sinilah hakikat dari ihsan
5. Urgensi Iman, Islam dan Ihsan dalam Membentuk Karakter Manusia
Untuk menapaki jalan insan kamil, terlebih dahulu kita perlu mengingat kembali tentang 4 unsur manusia yaitu jasad/raga, hati, roh dan rasa. Keempat unsur manusia ini harus difungsikan untuk menjalankan kehendak Allah Swt. Hati nurani harus dijadikan rajanya dengan cara selalu mengingat sang Pencipta alam semesta.
Maqam-maqam yang dimaksud merupakan karakter-karakter inti yang memiliki 6 unsur:
a. Taubat (berjanji tidak mengulangi kesalahan dan maksiat);
b. Wara'(menjauhkan diri dari dosa, maksiat, dan perkara syubhat atau yang remang-remang hukumnya);
c. Zuhud (mengalihkan kesenangan duniawi kepada sesuatu yang lebih bermakna)
d. Kanaah (rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang telah didapat dan tidak rakus)
e. Sabar (menahan diri atau membatasi emosi serta mampu bertahan dalam situasi sulit tanpa mengeluh)
f. Tawakal (berserah diri kepada Allah Swt)
Jika sudah secara benar menjalankan unsur-unsur tersebut, lalu mengkokohkan keimanan, meningkatkan peribadatan, dan membaguskan perbuatan, sekaligus menghilangkan karakter-karakter yang buruk yang ada pada diri kita, maka manusia akan dapat menggapai insan kamil atau manusia sempurna. Ini sangat dibutuhkan dalam tatanan dunia modern seperti sekarang ini.
Comments
Post a Comment